Lestari Alamku
Itu Gas Rumah Kaca
Adalah gas dari atmosfer yang berfungsi seperti panel kaca yang ada
di rumah kaca. Tugasnya, menangkap energi panas matahari supaya tidak
terlepas kembali ke atmosfir.Yang termasuk kategori gas rumah kaca
adalah CO2(carbon dioksida), NO2(dinitro oksida) dan CH4(metana). Tanpa
kehadiran gas-gas ini, panas akanmenguap ke angkasa kembali dan
temperatur rata-rata bumi menjadi 63oF (33oC) lebih dingin. Efek Rumah
Kaca bukan karena gedung/rumah berkaca. CO2 dihasilkan karena pembakaran
bahan bakar fosil (minyak bumi dan batu bara). Pemakaian pupuk kimia
juga berpotensi menghasilkan gas metana (CH4).
What Happen with Global Warming
Setelah sekian lama mahasiswa-mahasiswa mencintai alam ini dengan
segala visi dan misi nya masing-masing, kita akhirnya dihadapkan dengan
permasalahan yang lebih global dan mendunia. Global Warming (Pemanasan
Global) adalah kegelisahan yang tengah melanda bumi (judulnya aja udah
global..). Pertemuan akbar mengenai Climate Change di Bali telah
menemukan Peta Jalan Baru (Road map to Bali) yang mensahkan bahwa isu
Global Warming sudah dalam masa kritis dan memerlukan langkah-langkah
penting dari komunitas dunia. Sementara, dalam laju kehidupan yang
bergerak serba cepat, komunitas dunia belum serempak menyadarinya.
Disisi lainpun Global Warming memiliki efek yang dahsyat, merubah
cuaca bumi (Climate Change): menaikan suhu di permukaan bumi, mencairkan
es di kutub, menenggelamkan negara-negara kepulauan serta meretas
pewabahan penyakit. Kondisi muka bumi yang menggenting ini mutlak
disadari oleh masyarakat bumi, sehingga penyesuaian-penyesuaian
dalam kehidupan dapat dilakukan.
dalam kehidupan dapat dilakukan.
Perubahan iklim sebagai akibat dari pemanasan global sebenarnya dapat
diminimalkan dengan memaksimalkan fungsi hutan. Hutan sebagai jantung
bumi berperan besar karena fungsinya mereduksi Karbondoiksida (CO2) dan
mengkonversikannya menjadi Oksigen (O2) yang berguna bagi manusia,
selain itu dengan tereduksinya Karbondioksida (CO2) menjadi Oksigen (O2)
akan lebih membuat bumi menjadi “sejuk” karena radiasi sinar matahari
dapat melewati atmosfer.
Sayangnya fungsi hutan tereduksi seiring dengan berkembang pesatnya
industrialisasi dan pola pikir konsumtif. Industrialisasi dan pola pikir
konsumtif yang semakin besar semakin mempersempit hutan karena
fungsinya tergantikan oleh infrastruktur pendukung industrialisasi dan
pola pikir konsumtif tersebut. Kebutuhan akan kayu sebagai bahan
bangunan ataupun untuk produksi kertas ataupun untuk hal lain sebagai
bagian dari kebutuhan masyarakat tidak diimbangi dengan sistem yang
terarah dan terintegrasi untuk mengembalikan fungsi hutan tersebut.
Meningkatnya kebutuhan lahan akan perumahan dan alih fungsi lahan hutan
menjadi perkebunan juga hal lain yang mereduksi fungsi hutan. Pemanasan
Global terjadi salah satu sebabnya adalah semakin tereduksinya fungsi
hutan, namun Emisi Karbon (CO2), Sulfur Dioksida (SO2), dan Efek Rumah
Kaca semakin meningkat karena semakin tingginya industrialisasi, semakin
banyaknya kendaraan bermotor, dan semakin sering terjadinya kebakaran
hutan. Sehingga kaitan dalam lingkup perbandingan jumlah antara hutan
dan pemanasan global berbanding terbalik, inilah yang menyebabkan suhu
bumi semakin panas.
Kebijakan konversi energi fosil menjadi energi terbarukan di dunia
didasarkan oleh perubahan iklim dunia yang memburuk akibat polusi karbon
yang dihasilkan oleh bahan bakar yang di produksi dari bahan bakar
fosil. Tidak hanya itu, persedian bahan bakar fosil yang terus menurun
dan tidak ditemukannya ladang minyak baru yang cukup untuk konsumsi
menjadi sebuah alasan agar konvesi energi dilakukan secara cepat.
Penemuan berbagai bahan bakar nabati menjadi energi adalah sebuah
kemajuan umat manusia dalam ilmu pengetahuan. Di Inggris menurut tulisan
dari Pillsbury Winthrop Shaw Pittman ada beberapa keuntungan untuk
mengandalka biofuel untuk tranportasi.
Other benefits are considered by some gruups to included the
reduction of fosssil fuel usage and increased national energy security.
Some UK Ministers have argued that the RTFO ( Renewble Transport Fuel
Obligation) would help to cut emission some biofuels can result 2/3 less
greenhouse gas out put than fossil fuels.
Tetapi fakta lain berbicara lain diberitakan Associated Press pada
Senin (18/7). Para peneliti di Cornell University dan University of
California-Berkeley mengungkapkan bahan bakar ini malah membutuhkan
energi 29 persen lebih besar untuk mengubah jagung menjadi etanol
dibandingkan hasil energi yang dikeluarkan etanol yang diproduksi
tersebut. Mengubah rumput yang khas di Great Plains dan bagian timur AS
malah membutuhkan energi 45 persen lebih besar dan untuk kayu 57 persen
lebih besar. Produksi etanol di AS tidak bermanfaat bagi keamanan energi
nasional, bagi pertanian, ekonomi, atau bagi lingkungan hidup.”
Demikian diungkap David Pimentel dari Cornel dan Tad Patzek dari
Berkeley. Perhitungan mereka mencakup energi yang dibutuhkan dalam
menanam, biaya yang tidak pernah diperhitungkan dalam menghitung
produksi etanol.
Secara global perdebatan tentang bahan bakar nabati sekarang ini
mengalami dilema yang cukup sulit yaitu Gara-gara digunakan untuk energi
alternatif biofuel, persediaan pangan dunia merana. Persediaan pangan
makin menipis karena berbagai produk makanan seperti gandum dan jagung
dikonversi untuk menjadi biofuel.Peringatan itu dikeluarkan oleh CEO
Nestle Peter Brabeck-Letmathe dalam wawancara dengan harian Swiss NZZ am
Sonntag seperti dikutip AFP, Senin (24/3/2008). “Jika kita menggunakan
biofuel untuk memenuhi 20 persen permintaan minyak maka tidak ada lagi
yang tersisa untuk kita makan,” ujarnya. Dia menolak keras langkah
beberapa pemerintah di dunia yang memberikan subsidi bagi produksi
biofuel. “Ini secara moral sangat tidak bisa diterima dan tidak bisa
dipertanggungjawabkan,” ujarnya. Kekhawatiran akan kekurangan pangan
yang semakin serius juga pernah dilontarkan oleh ahli PBB di bidang
makanan Jean Ziegler. Dalam sidang umum PBB beberapa waktu lalu, Ziegler
meminta adanya inisiatif pemberhentian atau moratorium proyek biofuel
selama 5 tahun untuk mengatasi kekurangan cadangan pangan. Namun
pendapat Ziegler ini tidak disepakati oleh negara-negara yang aktif
dalam pengembangan biofuel seperti Brazil dan Kolombia.
Tetapi dalam tingkat lokal Produsen biofuel memastikan belum terjadi
perebutan komoditi bahan pangan untuk kebutuhan konsumsi dan produksi
energi alternatif. Karena konsumsi kebutuhan pengembangan bahan bakar
nabati (BBN) di dalam negeri masih rendah. Demikian disampaikan Ketua
Umum Asosiasi Produsen Biofuels Indonesia (Aprobi) Paulus Cakrawan dalam
acara rapat koordinasi pangan nasional Kamar Dagang dan Industri
(Kadin) Indonesia, bertajuk ‘Ketahanan pangan untuk kesejahteraan
masyarakat’, di Hotel Shangri-La, Jakarta, Sabtu (29/3/2008).”Sekarang
ini belum terjadi perebutan lahan antara kebutuhan pangan dan energi
terhadap bahan baku komoditi, bahkan pengembangan BBN bisa mendorong
pengembangan bidang komoditi pangan,” katanya Ia juga mengkhawatirkan
banyak kalangan yang memojokkan bahwa pengembangan BBN justru akan
memakan pasokan kebutuhan komoditi pangan untuk konsumsi manusia.
“Bioetanol singkong yang dipakai di dalam negeri 1.000 kilo liter per
tahun produksi kita 0,07 % dari stok singkong. Biodiesel dari sawit
Pertamina hanya pakai 16.000 liter per tahun yang dipakai 0,078% dari
sawit,” katanya. Paulus menambahkan untuk bisa melindungi produsen
biofuel dalam negeri, dibutuhkan adanya kebijakan pemerintah yang
konsisten dan berpihak pada pengembangan BBN diantaranya dengan
mandatori.”Pemerintah perlu mengatur berapa komposisi penggunaan pangan
dan energi, pemerintah Filipina dan Thailand sudah melakukan mandatori
BBN lebih dahulu, kita sudah tertinggal,” ucapnya. Ia menekankan
pengembangan biofuel sangat penting terutama bagi negara berkembang
dalam hal memperbaiki keseimbangan devisa dan ketahanan energi.
Melihat kondisi energi negeri ini, akan ditemukan bahwa senyatanya
sumber energi fosil negeri ini telah dieksploitasi tidak untuk
kepentingan negeri ini, namun untuk memenuhi kepentingan negara industri
di belahan utara dunia. Minyak bumi, gas alam dan batu bara telah
dengan sangat mudah dikuasai oleh korporasi global, yang juga telah
menjadi penguasa dari pemerintah negeri yang telah pernah
memproklamasikan kemerdekaannya sejak 63 tahun lalu.
Migas merupakan sumber daya alam strategis bagi politik dan ekonomi
negara dan kemakmuran rakyat tetapi pengelolaannya masih jauh dari
optimal.
- lebih dari 60 tahun merdeka tetapi industri migasnya masih sangat tergantung pada dominasi asing (sekitar 90% produksi migas dihasilkan kontraktror asing).
- penghasil minyak tetapi juga tergantung dari minyak dan BBM impor (energy security sangat rentan).
- APBN sangat dibebani subsidi BBM, patokan harga BBM mengikuti harga internasional
- Eksportir LNG terbesar tetapi justru mengalami defisit gas di dalam negeri.
- Dengan sumber daya migas yang dimiliki, sampai saat ini sebagian besar masyarakat
Indonesia masih belum sejahtera
- sering terjadi kelangkaan BBM, minyak tanah khususnya.
- dll.
- lebih dari 60 tahun merdeka tetapi industri migasnya masih sangat tergantung pada dominasi asing (sekitar 90% produksi migas dihasilkan kontraktror asing).
- penghasil minyak tetapi juga tergantung dari minyak dan BBM impor (energy security sangat rentan).
- APBN sangat dibebani subsidi BBM, patokan harga BBM mengikuti harga internasional
- Eksportir LNG terbesar tetapi justru mengalami defisit gas di dalam negeri.
- Dengan sumber daya migas yang dimiliki, sampai saat ini sebagian besar masyarakat
Indonesia masih belum sejahtera
- sering terjadi kelangkaan BBM, minyak tanah khususnya.
- dll.
Kemudian penduduk miskin kita berjumlah 37,2 juta orang dengan utang
luar negeri indonesia november 2007 adalah USD 136.640 000.000. Transfer
kapasitas terhadap anak negeri dan teknologi pengolahan energi fosil,
yang harusnya sudah dimiliki oleh jutaan anak negeri, telah menjadi
bagian yang diabaikan. Padahal sangat jelas, pendiri negeri ini telah
merancang agar pada fase pembangunan negeri, aset-aset alam harusnya
telah dikuasai dan dikelola, serta dimiliki oleh rakyat Indonesia, bukan
oleh kepentingan korporasi global. Krisis energi yang telah terjadi
selama bertahun-tahun di negeri ini, tidak terlepas dari pola penjajahan
gaya baru yang dilancarkan oleh pemodal asing di tanah air. Masuknya
perusahaan asing dan pemodal berdasarkan pada kebijakan negara, telah
terbukti menciptakan keterpurukan kehidupan rakyat dan kehancuran
ekologi pada berbagai wilayah di kepulauan Nusantara. Kesalahan
memandang keberadaan energi saat ini oleh pelayan publik negeri ini,
dengan dibantu oleh kalangan opportunist, menjadikan pondasi kedaulatan
negeri telah tergadaikan. Boleh jadi kebijakan biofuel merupakan jawaban
atas pertanyaan yang salah. Hal ini dianalisa demikian karena masalah
energi bukan hanya berbicara soal persediannya yang semakin menipis
tetapi siapa yang memproduksinya, dampak ekologisnya, untuk siapa
pemanfaatannya dan persoalan akses rakyat terhadap pemakian energi dan
persolan kesejahteraan baik urusan perut maupun maupun kualitas hidup.
Pasal 33 UUD 1945 adalah bukti riil bahwa seharusnya digunakan untuk
kemakmuran
rakyat banyak bukan sebagian besar keuntungannya di bawa keluar negeri ini, sesuai dengan semangat awal kemerdekaan republik ini.
rakyat banyak bukan sebagian besar keuntungannya di bawa keluar negeri ini, sesuai dengan semangat awal kemerdekaan republik ini.
Permasalahan lain yang kemudian akan timbul dalam mengembangkan
biofuel di negeri ini adalah ketika ternyata pengembangan yang dilakukan
adalah harus dalam skala areal yang sangat luas. Penyediaan energi bagi
mobil mewah hingga industri-industri yang hingga saat ini sangat tidak
jelas kontribusinya bagi kesejahteraan rakyat, akan berakibat pada
semakin terpuruknya sistem kehidupan rakyat. Pengembangan tanaman untuk
energi dalam skala besar akan mengakibatkan hilangnya lahan-lahan
produktif rakyat, serta hilangnya kawasan hutan. Ini telah terjadi di
berbagai wilayah Indonesia, dimana dengan berdalih pada pengembangan
sumber energi hayati dan penanaman lahan kritis, senyatanya dilakukan
pada lahan-lahan yang selama ini menjadi sumber kehidupan rakyat, dan
juga pada lokasi-lokasi yang sebenarnya masih memiliki kelayakan untuk
disebut sebagai hutan.
Beberapa fakta jika kita melihat pertumbuhan sawit di Indonesia yang
di duga mengalami peningkatan sejak CPO di dunia di butuhkan menjadi
bahan bakar nabati. Adapun pertumbuhan kelapa sawit di bawah ini :
Tahun jumlah (dalam ribu ha)
1968 120
2005 5. 600
2007 6. 050
2008 6. 500.
Tahun jumlah (dalam ribu ha)
1968 120
2005 5. 600
2007 6. 050
2008 6. 500.
Produksi minyak Indonesia rata-rata 910 ribu barel / hari atau
terendah dalam 35 tahun terakhir. Pada saat bersamaan, terjadi kenaikan
harga minyak sawit mentah (CPO) karena tingginya permintaan biodiesel
dunia. Rupanya rencana Uni Eropa untuk mengganti bahan bakar fosil
dengan biofuel pada sektor transportasi hingga 10 % secara bertahap
sampai tahun 2020 telah mendorong kenaikan permintaan CPO dari seluruh
dunia.
Sebut saja misalnya kebutuhan untuk pengembangan kelapa sawit sampai
2010 (2 tahun lagi) pemerintah berkomitmen untuk menambah luas area
lahan hingga 3, 46 juta hektar, jarak pagar 1, 54 juta hektar dan tebu
698 ribu hektar. 2 tahun bukanlah waktu yang lama. Di satu sisi,
ekspansi perkebunan sawit saja, kata Ketua Umum Gabungan Pengusaha
Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Didiek Hadjar Goenadi, telah memberikan
devisa kepada negara sebesar 12 miliar dolar. Didiek menyebut luas
perkebunan sawit Indonesia tahun 2007 mencapai 6, 2 juta hektar dan
menghasilkan 17,2 juta ton CPO. Namun disisi lain “sebagian besar
perluasan kebun sawit merupakan hasil konversi hutan tropis dan lahan
gambut yang banyak menyimpan karbon” tukas Deputi Sawit Watch Abed Nego.
Dua perusahaan asing yang sejak awal tahun berinvestasi yaitu Cinopec
yang merupakan perusahaan asal China yang akan berinvestasi di
Kalimantan dan Papua sebanyak 25 ribu atau 50 ribu hektare lahan pada
2008. Juga Bronzeoak ,perusahaan dari Inggris yakni akan berinvestasi di
Nusa Tenggara Timur (NTT) akan membangun kebun kelapa sawit seluas 60
ribu hektare.Kalimantan , siapa yang tidak tahu di Kalimantan kondisi
hutannya sangat luar biasa parahnya, apakah ini tidak konyol jadinya.
Bahkan, ketika ditelisik lebih mendalam, bahwa krisis energi saat ini
lebih dilihat pada kebutuhan bagi kelompok ekonomi menengah ke atas,
dan bukan pada kepentingan energi kelompok masyarakat yang belum
sejahtera. Sumber-sumber energi yang menjadi kebutuhan bagi kelompok
komunitas lokal akhirnya harus tergantikan dengan hamparan tanaman yang
disiapkan untuk pemenuhan kebutuhan energi hayati bagi kelompok kaya.
Kalau hal ini diteruskan ini sama saja membuktikan butanya nurani
pelayan publik negeri oleh kepentingan pemodal demi melanggengkan sistem
neokapitalisme yang nyata-nyat memiskinpapahkan rakyat banyak.
Berbicara soal kondisi pangan global Pada saat ini, pangan dan energi
semakin menjadi komoditas strategis dunia. Jumlah penduduk yang besar
dan usaha meningkatkan gizi yang maksimal di setiap negara semakin
tinggi. Saat yang sama, kegiatan ekonomi semakin intensif sehingga
memerlukan energi yang banyak. Celakanya, pangan dan energi bukan
bersifat komplementer, melainkan saling substitusi. Karena sifatnya yang
saling bersubstitusi itu, permintaan konsumen energi dan konsumen
pangan menyebabkan tekanan terhadap harga. Bahkan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono mengakui bahwa Indonesia belum memiliki ketahanan
pangan yang cukup, terutama untuk komoditas yang sangat diperlukan
rakyat, seperti beras, jagung, kedelai, gula.
Belum lagi kita lihat Konversi lahan kawasan pertanian menjadi
kawasan perkotaan. Kondisi ini mengakibatkan Indonesia harus mengimpor
produk-produk pertanian untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Tercatat,
Indonesia harus mengimpor kedelai sebanyak 1.277.685 ton pada tahun
2000 dengan nilai nominal sebesar USD 275 Juta. Pada tahun yang sama,
Indonesia mengimpor sayur-sayuran senilai USD 62 Jut. Menyedihkan.
Kondisi di negeri sangat memprihatinkan, karena korupsi yang masih
merajalela. Demi kepentingan modal, lahan hutan dan panganpun bisa-bisa
dirubah untuk energi yang akan digunakan untuk keperluan konsumsi
kelompok menengah ke atas. Sebenarnya kebijakan mandatory untuk sektor
industri, transportasi, maupun pembangkit listrik yaitu penggunaan BBN
diwajibkan minimal 5% dari total konsumsi energinya adalah hal yang
harus ditunda. Kebijakan ini akan baik bila saatnya sudah tepat. Kita
tidak perlu memikirkan dampak perubahan iklim yang diakibatkan negeri
ini sehingga seakan kita juga bertanggung jawab besar terhadap kondisi
ini. Perubahan iklikm adalah akibat negara maju yang memakai energi
fosil yang terlalu besar. Pilihan yang harusnya bisa diambil oleh negeri
ini setelah membenahi kartu indentitas tunggal, menegakkan supremasi
hukum dengan menghukum mati koruptor dan perusak lingkungan hidup, dan
pengahapusan hutang luar negeri serta diiringi dengan perbaikan sektor
energi diantaranya adalah
1. Mengambil alih pengelolaan sumber-sumber energi fosil yang dikuasai oleh pemodal asing,
2. Melakukan pembatasan eksploitasi energi fosil, serta mengembangkan teknologi energi alam yang sangat melimpah, namun belum termanfaatkan, semisal energi angin, air, biomassa, panas bumi dan matahari.
3. Penguasa kebijakan harus membenahi sistem transportasi publik, menutup industri yang boros energi, serta melakukan pengembangan-pengembangan produk yang memang benar-benar dibutuhkan bagi kehidupan rakyat. Bukan dengan mengarahkan kebangkitan
konsumerisme di negeri ini.
1. Mengambil alih pengelolaan sumber-sumber energi fosil yang dikuasai oleh pemodal asing,
2. Melakukan pembatasan eksploitasi energi fosil, serta mengembangkan teknologi energi alam yang sangat melimpah, namun belum termanfaatkan, semisal energi angin, air, biomassa, panas bumi dan matahari.
3. Penguasa kebijakan harus membenahi sistem transportasi publik, menutup industri yang boros energi, serta melakukan pengembangan-pengembangan produk yang memang benar-benar dibutuhkan bagi kehidupan rakyat. Bukan dengan mengarahkan kebangkitan
konsumerisme di negeri ini.
Jadi mandatory dan kebijakan untuk pengembangan Bahan Bakar Nabati
sekarang ini harus dibenahi dan dan ditunda. Sebaiknya untuk
pengembangan bahan bakar nabati sekarang ini hanya dikembangkan model
pola Desa Mandiri Energi : rakyat pedesaan menanam tanaman BBN untuk
mengurangi biaya energi rumah tangga mereka dan untuk Unit Usaha Kecil
dan Menengah saja. Secara lebih lengkap, harus lebih dimaknai kembali
UUD 45 dan perubahannya, bahwa kedaulatan aset alam adalah pada rakyat,
bukan pada pemerintah maupun pemodal. Terminologi good environment
governance harus dimaknai dengan lebih utuh, bukan hanya masalah
lingkungan hidup yang sehat, namun lebih dalam kepada kedaulatan rakyat
banyak atas sumber-sumber kehidupannya, termasuk pada sumber-sumber
energi dan sumber-sumber pangan. Menyerahkan pengelolaan negeri ini
kepada kelompok pemodal asing, sama saja mengembalikan negeri ini pada
sebuah sistem penjajahan gaya baru, yang artinya negeri ini telah secara
sadar membatalkan kemerdekaannya. Saatnya memilih, berdiam diri atau
bergerak cepat untuk perubahan menuju kedaulatan dan kesejahteraan
rakyat, serta menjadi bangsa yang merdeka 100% seperti kata Engku Datuk
Ibrahim.